Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 26 Maret 2016

MAKALAH PENDEKATAN NORMATIF

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belaka
Seiring dengan perkembangan zaman yang selalu berubah dan disertai dengan munculnya berbagai persoalan baru dalam kehidupan manusia, maka menjadi sebuah keniscayaan untuk memahami agama sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu, berbagai pendekatan dalam memahami agama yang bersumber dari Alquran dan Hadits memiliki peran yang sangat strategis. Dengan demikian pemahaman umat Islam dan pemerhati agama akan semakin komprehensif dan akan bersikap sangat toleran dengan perbedaan pemahaman.
Saat ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Harapan dan tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Studi agama pada akhir-akhir ini telah mengalami perkembangan cukup pesat, seiring dengan semakin beragamnya objek kajian dan metode kajiannya. Sebagai objek kajian, agama Islam dapat diposisikan sebagai doktrin, realitas sosial atau fakta social. 
Kajian yang memposisikan agama sebagai doktrin menggunakan pendekatan teologis (normatif), sedangkan kajian yang memposisikan agama sebagai realitas sosial lebih tepat menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, sejarah, hermeneutika dan lain-lain. Terdapat beberapa istilah yang mempunyai arti hampir sama dan menunjukkan tujuan yang sama dengan pendekatan, yakni theoretical framework, conceptual framework, approach, perspective, point of view dan paradigm. Semua istilh ini dapat diartikan sebagai cara memandang dan cara menjelaskan sesuatu gejala atau peristiwa.
Berkenaan dengan pemikiran tersebut di atas, maka pada kegiatan belajar pertama pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami atau bahkan salah dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama dan hal ini tidak boleh terjadi. Selanjutnya utuk lebih jelasnya apa dipaparkan dalam bab pembahasan.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan maslah yang saya ambil disini ialah:
1.      Apakah pengertian pendekatan normatif itu ?
2.      Bagaimana pendekatan normatif dalam study islam dengan study al-Qur’an?
3.      Bagaimana pendekatan normatif dalam studi islam dengan study Hadis?
4.      Apakah teologi Islam sebagai pendekatan normatif ?

C.  Tujuan
Dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini ialah:
1.      Menjelaskan pengertian pendekatan normatiF
2.      Menjelaskan pendekatan normatif dalam study islam dengan study Al-Qur’an
3.      Menjelaskan pendekatan normatif dalam study islam dengan study hadis
4.      Menjelaskan teologi Islam sebagai pendekatan normatif.



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normative pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang social, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil men­dorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demi­kian pula untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil­dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.[1]
Sedangkan Khairudin nasution (2010), menerangkan bahwa pendekatan normatif adalah studi Islam yang memandang masalah dari sudut legal formal dan atau normatifnya. Maksud legal formal adalah hubungannya dengan halal-haram, boleh atau tidak,dan sejenisnya. Sementara normatifnya adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam nash. Dengan demikian pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fiqih (Usuliyah), ahli hukum Islam (Fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) yang berusaha menggali aspek legal formal dan ajaran Islam dari sumbernya adalah termasuk pendekatan normatif.[2]
  Sisi lain dengan pendekatan normatif adalah bahwa secara umum ada dua teori yang dapat digunakan dengan pendekatan normatif-teologis. Pertama, ada hal-hal yang untuk mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik dan eksperimental. Kedua, ada hal-hal yang sulit dibuktikan secara empiris dan eksperimental. Untuk ha-hal yang dapat dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan ra’yi (penalaran). Sedangkan masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan. Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Maka sikap yang perlu dilakukan dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis.
            Ada beberapa teori popular yang dapat digunakan dengan pendelatan normatif, disamping teori-teori yang digunakan oleh para fuqaha’, usuliyin, muhadditin, dan mufassirin, diantaranya adalah teori teologis-folosofis, yaitu pendekatan memahami al-Qur’an dengan cara mengintrepretasikannya secara logis-filosofis,yakni mencari nilai-nilai objektif dari subjektif al-Qur’an.

2.      Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam dengan Studi Al-Qur’an
Metode yang dapat diambil dari studi Al-Qur’an yaitu metode penafsiran Al-Qur’an. Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, bermacam-macam metodologi tafsir dan coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan oleh paka-pakar Al-Qur’an.
Metode penafsiran Al-Qur’an tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1.         Tafsir Bil-Ma’tsur
Tafsir bil-ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih menurut urutan yang telah disebutkan di muka dalam syarat-syarat mufasir. Yaitu menafsirkan Qur’an dengan Qur’an, dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan Kitabullah.[3]
2.         Tafsir Bil-Ra’yu
Tafsir bil-ra’yu ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya para mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata. Ra’yu semata yang tidak disertai bukti-bukti akan membawa penyimpangan terhadap Kitabullah.[4]
Al-Farmawi membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kepada empat macam metode, yaitu :
a.       Metode Tahlily
Metode tahlily yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum di dalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat ke ayat berikutnya, atau dari surat ke surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan yang termaktub di dalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufassir tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosa kata, asbabun nuzul, munasabat, dan lain-lain.
b.      Metode Ijmali
Metode ijmali yaitu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dengan metode ini seorang mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.

c.       Metode Muqarin
Metode muqarin dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al-Qur’an yang satu dengan yang  lainnya. Penafsiran ini dapat dilakukan sebagai berikut :
1)      Menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi
2)      Meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut
3)      Mengadakan penafsiran
d.   Metode Maudlu’iy
Metode ini berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya.
            Dengan mengetahui berbagai corak penafsiran al-Qur’an seperti di atas, maka kita akan mengetahui isi kandungan al-Qur’an, memahami makna-maknanya,  dan mengaplikasikan ajaran al-Qur’an dengan kehidupan sehari-hari.
            Adapun tafsir yang harus diikuti dan dipedomani ialah tafsir ma’tsur. Karena ia adalah jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari tergelincir dari kesesatan dalam memahami Kitabullah.

3.      Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam dengan Studi Hadits
A.        Pengertian Takhrijul Hadits
            Takhrij Hadits adalah bentuk masdar dari fiil madhi yang secara bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat. Sedangkan Takhrij menurut ahli hadits memliki tiga macam pengertian, yaitu :
1.             Usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
2.             Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunannya.
3.             Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.[5]

B.       Cara Pelaksanaan Takhrijul Hadits
Secara garis besar manakharij hadits (takhrijul hadits) dapat dibagi menjadi dua cara dengan menggunakan kitab-kitab.
Adapun dua macam takhrijul hadits yaitu :
1)      Manakharij hadits telah diketahui awal matannya, maka hadits tersebut dapat dicari atau ditellusuri dalam kitab-kitab kamus hadits dengan dicarikan huruf awal yang sesuai diurutkan abjad.
2)      Manakharij hadits dengan berdasarkan topic permasalahan. Upaya mencari hadits terkadang tidak didasarkan pada lafal matan (materi) hadits, tetapi didasarkan pada topic masalah. Pencarian matan dan hadits berdasarkan topic masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadits. Dengan bantuan kamus hadits tertentu, pengkajian teks dan konteks hadits menurut riwayat dari berbagai periwayatan akan mudah dilakukan.

C.     Metode Takhrijul Hadits
Dalam buku “Cara Praktis Mencari Hadits” dikemukakan bahwa metode takhrijul hadits yang dijalankan dalam buku ini terbagi dua macam, yakni :
a)         Takhrijul Hadits Bil-Lafz, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits dengan cara menelusuri matan hadits yang bersangkutan berdasarkan lafal atau lafal-lafal dari hadits yang dicarinya itu.
b)        Takhrijul Hadits Bil-Maudhu’, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits berdasarkan topic masalah yang dibahas oleh sejumlah matan hadits.[6]

D.       Tujuan dan Manfaat Takhrijul Hadits
Menurut Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu :
a)    Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits
b)    Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima (Shahih atau Hasan) atau ditolak (Dha’if).[7]
Manfaat takhrijul hadits itu sangat banyak sehingga apabila ada seseorang yang akan melaksanakan takhrijul hadits, maka dia termasuk salah satu orang yang sangat teliti pada hadits-hadits Rasulullah.

4.        Teologi Islam sebagai pendekatan normatif
A.    Pengertian teologi Islam
Secara etimologi, Teologi berasal dari kata theos yang artinya Tuhan dan logos artinya ilmu. Jadi, Teologi adalah Ilmu Ketuhanan. Sedangkan Teologi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan dan pertaliannya dengan manusia baik berdasarkan kebenaran wahyu ataupun penyelidikan akal murni.[8]
Pendekatan teologis memahami agama secara harfiah atau pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.[9]
Pendekatan teologis sering disebut juga sebagai perspektif timur, Pendekatan teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri. Dimana agama tidak lain merupakan hak prerogatif  Tuhan sendiri. Realitas sejati dari agama adalah sebagaimana yang dikatakan oleh masing-masing agama.[10] pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu.
Yang termasuk kedalam penelitian teologis ini adalah penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ulama-ulama, pendeta, rahib terhadap suatu subjek masalah dalam agama yang menjadi tanggung jawab mereka,baik disebabkan oleh adanya pertanyaan dari jamaah maupun dalam rangka penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi suatu mazhab yang sudah ada.
Amin Abdullah dalam bukunya metodologi study islam mengatakan, bahwa teologi, seba­gaimana kita ketahui, tidak bisa tidak, pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran-teologis.
B.       Pertumbuhan dan Perkembangan Kajian Teologi dalam Islam
Teologi Islam muncul karena adanya masalah-masalah politik yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah. Mulai dari masalah pergantian khalifah hingga masalah yang terjadi setelah wafatnya Usman Ibn Affan. Ali bin Abi Thalib dituduh melakukan dosa besar karena tidak mempersoalkan masalah kematian Usman Ibn Affan yang mati terbunuh. Dari peristiwa inilah lahir beberapa aliran Teologi, seperti aliran Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, Asy‘ariah, dan Maturidiah.[11]
1)   Pendekatan Teologi Islam ( Mu’Tazilah )
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak menggunakan akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasional Islam”.[12] Kaum Mu’tazilah membagi sifat-sifat Tuhan ke dalam dua golongan, yaitu :
a)    Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan dan disebut sifat zatiah.
b)    Sifat-sifat yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan, yang disebut sifat fi’liyah.[13]
Kaum Mu’tazilah meyakini adanya lima dasar keimanan dan dijadikan sebagai prasyarat bagi orang yang ingin bergabung dengan mazhab mereka. Lima dasar tersebut adalah :
a.         At-Tauhid (keesaan Allah)
ATauhid merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah, bagi Mu’tazilah Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti ke Maha Esaan Allah. Tuhanlah satu-satunya yang Esa yang tidak ada satu pun menyamainya.
b.         Al-Adl (Keadilan Tuhan)
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah Al-Adl yang berarti Tuhan yang Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang menunjukkan kesempurnaan Tuhan. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena ala mini diciptakan untuk kepentingan manusia.
c.         Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Artinya yaitu posisi menengah bagi orang yang berbuat dosa besar, juga erat hubungannya dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad SAW tetapi bukanlah mukmin, karena imannya tidak lagi sempurna. Karena bukan mukmin ia tidak dapat masuk syurga, dank arena bukan kafir pula ia tidak harus masuk neraka. Ia seharusnya ditempatkan di luar surga dan di luar neraka.
d.        Perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat
Menurut mereka hal ini tidak hanya dilakukan dengan seruan tetapi juga dengan kekerasan.
e.         Tuhan itu Qadim
Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu qadim (terdahulu) maka sesuatu yang hadits (baru) setelah Tuhan adalah ciptaan Tuhan (makhluk) sehingga mereka memandang bahwa surga dan neraka itu belum ada karena belum dipergunakan saat ini.[14] Adapun tokoh-tokoh Mu’tazilah yaitu:
1)   Wasil bin Atha’ al-Ghazzal
2)   Abu al-Huzail al-‘Allaf
3)   Ibrahim bin Sayyar an-Nazam
4)   Mu’ammar bin Abbad as-Sulmay
5)   Bisyr bin al-Mu’tamir
2)    Pendekatan Teologi Islam ( Asy’Ariyah )
Aliran Teologi ini merupakan aliran yang timbul dari reaksi atas paham-paham golongan mu’tazilah. Aliran ini dikembangkan oleh Abu al-Hasan ‘Ali Ibn Ismail al-Asy-‘ari. Al-asy’ari dalam perkembangannya membuat aliran baru yang kemudian banyak disebut sebagai ahli sunnah wal-jama’ah. Aliran ini timbul atas respon terhadap paham mu’tazilah, sehingga aliran teologi ini banyak berpendapat bertentangan dengan paham mu’tazilah.  Misalnya dalam pandangan al-Asy’ari bahwa Tuhan mengetahui dengan sifatnya. Mustahil katanya bahwa Tuhan mengetahui dengan sifat-Nya karena dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (‘ilm) tetapi yang mengetahui (‘Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya bukanlah dengan zat-Nya. Demikian pula dengan sifat seperti hidup, berkuasa, mendengar, dan melihat. Begitu juga mengenai al-Qur’an. Al-Asy’ari berpendapat bahwa al-Qur’an itu Qadim. Mengenai perbuatan, asy’ari berpendapat bahwa perbuatan manusia bukanlah diciptakan manusia itu sendiri. Asy’ari juga berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai tangan, muka, mata dan sebagainya karena Tuhan tidak mempunyai bentuk dan batasan.[15]
Dalam aliran ini membedakan antara zat, sifat dan af’al Tuhan. Zat Tuhan itu tunggal tidak bisa difikir, diteliti dan dipelajari, yang dikaji hanyalah sifatnya karena Tuhan memiliki sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz yang secara normative wajib dihafal dan difahimi secara konfrehensif makna dan penjelasannya. Misalnya sifat wajib bagi Tuhan yang 20 tebagi lagi menjadi 4 yakni nafsiah, salbiyah, ma’ani dan ma’nawiyah. Inilah sedikit gambaran tentang aliran teologi asy’ariyah (ahlussunnah waljama’ah) yang mana mayoritas penduduk Indonesia menganut dan menjalankan aliran ini karena diyakini kebenarannya secara nash. 

BAB III
PENUTUP


A.       Kesimpulan
Pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normative pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang social, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Ada beberapa pendekatan yang pemakalah bias paparkan yakni.
1.    Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam dengan Studi Al-Qur’an.
2.    Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam dengan Studi Hadis.
3.    Pendekatan teologis.
B.       Komentar
Saya penulis makalah ini berpesan kepada kita semua agar istikomah kepada apa yang telah kita terima berupa ilmu dari guru, ustas, kiyai, tuan guru kita karena apa yang di ajarkan mereka berdasarkan sumber yang nash yakni Al-Qur’an dan Hadis dan kita sudah merasakan manfaat dari apa yang kita terima berupa hikmah ilmu. Istiqomahlah dengan keyakinan kita jangan kita terombang ambing dengan ajaran yang akan menyesatkan kita, jika ada ilmu baru yang bertentangan dengan keyakinan kita maka kita cerna dulu dengan verifikasi ilmiah dan mencari sumber dan dalilnya. Namun, jika keyakinan sebelumnya lebih kuat maka istiqomahlah, akan tetapi jika ilmu baru itu lebih kath’i maka beradaptasilah.

Daftar Pustaka

Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1991.

H.Abuddin nata,Metodologi study Islam jakarta: Raja Grafindo, 2008

Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan Jakarta : UI-Press, 1998

Khoirudin, nasution, pengantar studi islam, yogyakarta : Rosda, 2009

M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadit  Jakarta : Bulan Bintang, 1991

Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor : Litera AntarNusa, 1996

Muhammad Ahmad dan M.Muzakkir, Ulumul Hadits Bandung : Pustaka Setia, 2004

Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar