BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
MASALAH
Konseling
sebagai ilmu terapan Ilmu atau ilmu pengetahuan merupakan sejumlah atau
sekumpulan pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik, dan dapat
diandalkan dalam menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala-gejala alam
atau tingkah laku guna memperbaiki kualitas hidup manusia dan masyarakat.
Sedangkan pengetahuan adalah suatu yang diketahui berdasarkan pengindraan dan
pengolahan daya pikir. Pengetahuan secara umum juga dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu pengetahuan sederhana berupa pengetahuan faktual yang didapat dari
pengalaman hidup sehari-hari atau berdasar akal sehat, serta pengetahuan
teoritis berupa teori, hokum, prinsip, dan konsep yang telah diuji ketepatannya
dengan fakta melalui kegiatan penelitian. Ilmu yang dianggap maju memuat
susunan teori-teori tersebut. Sehingga pada akhirnya ilmu tersebut dapat
digunakan dalam kegiatan professional.[1]
Sebagai suatu kegiatan profesional dan
ilmiah, pelaksanaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan
sebagai acuannya. Teori diartikan sebagai prinsip-prinsip yang dapat diuji
sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka untuk melaksanakan penelitian dan
pada umumnya diartikan sebagai suatu pernyataan prinsip-prinsip umum yang
didukung oleh data untuk menjelaskan suatu fenomena. Teori yang baik mempunyai
kriteria sebagai berikut: jelas, komprehensif, parsiminous atau dapat
menjelaskan data secara sederhana dan jelas, dan dapat menurunkan penelitian
yang bermanfaat. Adapun fungsi teori antara lain: memberikan kerangka kerja
bagi informasi yang spesifik, menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks menjadi
sederhana, menyusun pengalaman-pengalaman sebelumnya, mensistematikkan
penemuan-penemuan, melahirkan hipotesis-hipotesis, membuat prediksi, dan
memberi penjelasan. Lahirnya suatu teori mempunyai kaitan dasar pribadi,
sosiologis, dan filosofis. Suatu teori mencerminkan kepribadian pembuatnya,
sebagai suatu hasil proses waku, kondisi kekuatan sosial dan budaya dan
filsafat yang dianut pembuatnya. Teori-teori konseling muncul bersamaan dengan
munculnya konseling itu sendiri sejak permulaan abad 20. Sebagaimana dikatakan
di atas, pemunculan suatu teori berkaitan dengan pribadi pembuatnya, waktu dan
tempat, kondisi sosial budaya dan filsafat. Demikian pula pemunculan
teori-teori konseling mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas.
Para calon konselor
yang sedang menjalani pelatihan, dan pastinya konselor aktif, mestinya
mengenali teori-teori konseling yang sudah dikenal . persisnya mengenai
premis-premis, karakteristik, perbedaan-kemiripan, dan implikasinya bagi
praktek. Namun, harus dicamkan kalau teori-teori yang sudah dikenal luas
dibidang konseling ini menyediakan hanya sebuah dasar, sehingga konselor yang
berpraktik harus sanggung memodifikasi nya agar cocok dengan situasi unik yang di dalam dirinya berfungsi, dan juga
yang cocok dengan kepribadian setiap konselor yang unik.
B.
RUMUSAN MASALAH
Oleh sebab itu penulis hendak memaparkan macam-macam teori
konseling yang biasa dipergunakan khususnya di lingkungan sekolah dan pada
umumnya. Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.
Apa saja macam
– macam teori dalam bidang konseling?
2.
Bagaimana konsep,
tujuan, dan teknik dari masing-masing teori-teori konseling?
3.
Apa saja
manfaat mempelajari teori-teori konseling?
C.
TUJUAN
PENULISAN MAKALAH
Sesuai dengan rumusan masalah di atas tujuan dari penulisan makalah
ini adalah:
1.
Mengetahui
macam-macam teori bimbingan konseling
2.
Mengetahui
Konsep, tujuan, dan teknik teori-teori konseling.
3.
Mengetahui
Manfaat mempelajari teori-teori konseling
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MACAM –MACAM
TEORI KONSELING
Teori dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip yang
dapat diuji sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka untuk pelaksanaan
penelitian; sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (mengikuti
aturan tertentu) dan digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan
peristiwa-peristiwa yang diamati; dan pada umumnya diartikan sebagai suatu
pernyataan prinsip-prinsip umum yang didukung oleh data untuk menjelaskan suatu
fenomena.[2]
Pendekatan Konseling (counceling Aproach) disebut juga teori
konseling, merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu
dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau
teori-teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling.
Akan tetapi untuk kondisi Indonesia memilih satu pendekatan /teori secara
fanatic dan kaku adalah kurang bijaksana. Hal ini disebabkan satu teori
konseling biasanya dilator belakangi oleh paham filsafat tertentu yang mungkin
saja tidak sesuai dengan filsafat di Indonesia.
Untuk mengatasi hal tersebut maka pendekatan yang dilakukan dalam
konseling bukanlah pendekatan atau teori tunggal (single theory). Akan tetapi memilih
bagian-bagian dari bebrapa pendekatan yang relevan, kemudian secara
sintesis-analitik diterapkan kepada kasus yang dihadapi. Pendekatan seperti itu
dinamakan Creative-Synthesis-Analytic (CSA). Allen E.Ivey (1980) menyebut
pendekatan ini dengan nama Electic Approach yaitu memilih secara selektif
bagian-bagian teori yang berbeda sesuai kebutuhan konselor.[3]
Adapun macam-macam teori bimbingan konseling itu amatlah banyak,
pemakalah memaparkan beberapa di antaranya:
(a)
Teori
Psikoanalisis (Freudian)
(b)
Teori Psikologi
Individu ( Adlerian)
(c)
Teori Person
Centered (Rogerian)
(d)
Behavior
(e)
Gestalt[4]
(f)
Rational
Emotive Therapy
(g)
Teori eklektik
B.
KONSEP, TUJUAN
DAN TEKNIK-TEKNIK TEORI BIMBINGAN KONSELING
Untuk memudahkan pemahaman tentang pendekatan
CSA maka berikut ini dikemukakan beberapa pendekatan /teori Konseling yang
terkenal di Dunia, di antaranya adalah:
1.
Teori
Psikoanalisis
a) Pengertian Psychonalysis
Teraphy
Terapi Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan yang lebih
bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri
psikoanalisa ialah Sigmund Freud, sebagai orang pertama yang mengemukakan
konsep ketidaksadaran dalam kepribadiaan. Konsep-konsep psikoanalisa banyak
memberikan pengaruh terhadap perkembangan konseling.[5] Ia
mengemukakan pandangannya bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar
terdiri dari alam ketidak sadaran. Sedangkan alam kesadarannya dapat di
umpamakan puncak gunung es yang muncul di tengah laut. Sebagian besar gunung es
yang terbenam itu diibaratkannya alam ketidak sadaran manusia.
Pendekatan psikoanalisis menganggap bahwa tingkah laku abnormal di
sebabkan oleh faktor-faktor intropsikis (konflik tidak sadar, represi,
mekanisme defensif) yang menggangu penyesuaian diri. menurut Freud, esensi
pribadi seseorang bukan terletak pada apa yang ia tampilkan secara sadar,
melainkan apa yang tersembunyi dalam ketidaksadarannya. Freud beranggapan bahwa
gangguan jiwa pada orang dewasa, pada umumnya berasal dari pengalaman pada masa
kanak-kanak. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan
psychonalysis teraphy adalah teknik atau metode pengobatan yang dilakukan
oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya
selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya
selama ini.
b) Konsep
Dasar Psychonalysis Teraphy
Pendekatan psikoanalisis menganggap Energi psikis yang paling
dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada
pencapaian kesenangan. Selanjutnya Freud menyebutkan dua macam libido
yaitu eros sebagai dorongan untuk hidup dan thanatos sebagai
dorongan untuk mati.[6]
Yang dimaksud insting –insting hidup adalah kumpulan libido yang mendorong
manusia, seperti libido seksual dan libido lapar dan haus. Energy libido
tersebut dapat menguasai ego ( aku) sehingga dapat bertindak amoral dan asocial
dalam pemuasaannya.
Sedangkan yang dimaksud insting mati yaitu keinginan manusia untuk
menyiksa diri sendiri atau orang laindan keinginan untuk mati (membunuh diri).
Dapat pula di ekspresikan dengan berkelahi dan tawuran.
Teori kepribadian menurut Freud, menyangkut tiga hal yaitu:
struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian.
1)
Struktur Kepribadian
Struktur
kepribadian menurut Freud terdiri dari Id, Ego, dan Super ego.
a. Id
Dalam teori psikonalisa, id merupakan sistem kepribadiaan yang
paling dasar yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Dalam hubungannya
dengan ego dan super ego, Id mempunyai fungsi sebagai suatu sistem penyedia
atau penyalur energi yang diperlukan oleh ego dan super ego yang di gunakan
untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Id berfungsi untuk menghindarkan
ketakenakan untuk mendapatkan kenikmatan. Untuk menghilangkan ketakenakan dan
mencapai kenikmatan id mempunyai dua cara yaitu (1) gerakan reflex misalnya
bersin, mata berkedip, dsb (2) Proses primer yaitu menghilangkan ketegangan
dengan cara membayangkan makanan, nocturnal drean (mimpi basah) yang merupakan
penyaluran keinginan seksual.
b. Ego
Freud mengemukakan bahwa Ego terbentuk pada struktur
kepribadian individu sebagai hasil dari hubungan dengan luar. Ego mempunyai
proses dan menjalankan proses tersebut, yang berhubungan dengan pemenuhan dan
pemuasan kebutuhan sehingga dapat mengurangi ketegangan yang dialami oleh
individu. Dan proses tersebut disebut proses sekunder. Proses
sekunder ialah usaha menemukan atau menghasilkan sesuatu yang nyata, yang
dimulai dengan merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya
dengan suatu tindakan (reality testig). Fungsi dasar dari ego adalah
memelihara kelangsungan hidup individu.
c. Super Ego
Menurut Psikoanalisa, super ego adalah suatu sistem kepribadian
yang mengandung nilai-nilai dan aturan-aturan yang digunakan untuk menilai
suatu hal yang menunjukan pada suatu kebenaran dan kesalahan. Dengan kata lain,
super ego adalah hati nurani. Peranan super ego adalah sebagai sumber motivasi
utama dan juga sebagai penyebab timbulnya pertentangan-pertentangan didalam
diri.[7]
Ketiga sistem ini mempunyai fungsi, sifat, prinsip kerja dan
dinamika sendiri-sendiri. Walaupun demikian ketiganya mempunyai hubungan yang
sangat erat dan sulit untuk memisahkannya satu persatu, karena tingkah-laku
seseorang merupakan hasil pengaruh dari sistem aspek tersebut.[8]
2)
Dinamika Kepribadian
Dinamika
kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta
digunakan oleh id, ego,dan super ego. Oleh karena jumlah
energi terbatas, maka terjadi semacam persaingan dalam menggunakan energi
tersebut.
Freud mengukapkan tiga macam kecemasan yaitu: kecemasan
realitas yang bersumber pada ego, kecemasan neurotas yang
bersumber pada id, kecemasan moral yang bersumber pada super
ego. Kecemasan relitas yaitu takut terhadap bahaya-bahaya yang datang dari
luar individu. Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang timbul apabila insting
tidak terkendalikan, sehingga ego akan dihukum. Kecemasan moral adalah
kecemasan terhadap hati nurani sendiri.
3)
Perkembangan Kepribadian
Kepribadiaan berkembang sehubungan dengan empat macam pokok
sebagai sumber ketegangan, yaitu:
a. Proses pertumbuhan fisiologi
(kedewasaan)
b. Frustasi
c. Konflik, dan
d. Ancaman
Walaupun Freud membagi-bagi perkembangan atas beberapa fase namun
fase-fase tersebut bukan merupakan batas yang tajam. Fase-fase perkembangan
tersebut adalah:
- Tahun
pertama kehidupan fase Oral: pada fase ini mulut merupakan daerah pokok dari
aktivitas dinamis.
- Usia
1-3 Frase Anal : Fase ini berpusat pada anal (pembuangan kotoran)
- Usia
3-6 fase Phalis: pada masa ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
- Usia
6-12 fase Latent: pada masa ini impuls-impuls cenderung untuk ada
dalam keadaan tertekan.
- Usia
12-18 fase Genital: pada fase ini individu telah berubah dari mengejar
kenikmatan, menjadi orang dewasa yang telah disosialisasikan dengan realitas.
c)
Karakteristik
Proses Psychonalysis Teraphy:
Dalam
konseling psikoanalisa ini konselor diharapkan dapat membentuk kembali struktur
karakter individu dengan membuat yang tidak sadar membuat sadar dalam diri
klien. Proses konselingnya meliputi :
1.
Proses
konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan
ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
2.
Konseling
analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
3.
Tilikan dan
pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih adalah mengasosiasikan
antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
4.
Satu
karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim
(tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan
pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya
kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan
terapi yang ditafsirkan dan dianalisia.
5.
Konselor harus
membangun hubungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan serangkaian
kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
6.
Menata proses
terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan
psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara
sesungguhnya. Konselor mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien
memperoleh tilikan mengenai masalahnya.
7.
Klien harus
menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam jangka
panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
8.
Setelah
beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas. Yaitu
klien mengatakan apa saja ynag terlintas dalam pikirannya.[9]
d) Teknik Konseling
Teknik-teknik terapi psikoanalisa yang digunakan untuk
meningkatkan kesadaran mendapatkan tilikan intelektual ke dalam perilaku klien,
dan memahami makna gejala-gejala yang nampak, ada lima teknik dasar dalam
terapi psikoanalisa yaitu:
1) Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pengungkapan pengalaman masa
lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di
masa lalu. Pada teknik asosiasi bebas ini, konselor memerintahkan klien untuk
menjernihkan pikirannya dari pemikiran sehari-sehari dan sebanyak mungkin untuk
mengatakan apa yang muncul dalam kesadarannya.[10]
2) Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis
asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparansi.
Prosedurnya terdirir atas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar
klien tentang makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas,
resisten dan hubungan terapeutik itu sendiri.
3) Analisis mimpi
Dalam analisis mimpi ini, mimpi dipandang sebagai jalan utama
menuju ke alam tak sadar. Karena mimpi juga diartikan sebagai pemuasan yang
melambangkan dari keinginan-keinginan dan sebagai besar isinya mencerminkan
pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal.[11] Dari analisis mimpi tersebut
konselor dapat memahami konflik yang dihadapi oleh klien.
4) Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan
mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari.Selama asosiasi bebas dan
analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran,
perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang resistensi sebagai
suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk
mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi sadar
terhadap dorongan dan perasaan yang tertekan.
5) Analisis
Transferensi
Transferensi merupakan cara kerja dari pertahanan ego dimana
implus yang bersifat tak sadar dialihkan sasarannya dari obyek yang satu ke
obyek yang lainnya. Transferensi ini muncul disebabkan karena pasien mengalihkan
sasaran perasaan cinta atau bencinya atas seseorang kepada konselor. Menurut
Freud, setelah pasien mengetahui arti sesungguhnya dari hubungan transferensi
dengan konselornya, pasien akan memperoleh pemahaman atas pengalaman-pengalaman
dan perasaan masa lalunya, serta menghubungkan pengalaman-pengalaman dan
perasaan-perasaan masa lalunya tersebut dengan kesulitan-kesulitan yang
dialaminya sekarang.[12]
e) Peran
Konseling
a. Membantu
klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan
hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
b. Membangun hubungan
kerja dengan klien, dengan banyak mendengar & menafsirkan.
c. Terapis memberikan perhatian khusus pada
penolakan-penolakan klien.
f)
Kritik dan Kontribusi
Berikut
beberapa kritik terhadap Psikoanalisa adalah antara lain:
1.
Pandangan yang terlalu
deterministik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
2.
Terlalu banyak menekankan kepada
pengalaman masa kanak-kanak, dan menganggap kehidupan seolah-olah sepenuhnya
ditentukan masa lalu. Hal ini memberikan gambaran seolah-olah tanggung jawab
individu berkurang.
3.
Data penelitian empiris kurang banyak
mendukung sistem psikoanalisa.
4.
Membutuhkan waktu yang cukup
panjang dalam terapi, sebab dalam psikoanalisis terdapat tahapan-tahapan yang
membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dan karna proses terapi yang panjang
tersebut membuat klien merasa jenuh.
5.
Teori psikoanalisis yang menganggap
perilaku seseorang hanya dipengaruhi oleh energi psikisnya, adalah sesuatu yang
meragukan.
Karna perilaku seseorang tidak
hanya dipengaruhi oleh psikisnya saja melainkan ada energi atau faktor lainnya
yang mempengaruhinya seperti faktor fisik individu tersebut, faktor lingkungan
dan lain sebagainya.
Sedangkan kotribusi yang diberikan adalah antara lain dalam hal:
1.
Terapi ini memiliki dasar teori
yang kuat, yaitu dengan teori kepribadian
2.
Dengan terapi ini koselor bisa lebih
mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu
pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
3.
Terapi ini
bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya.
4.
Dari teori psikoanalisa ini, kita
dapat memahami pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian
manusia.
5.
Adanya persesuaian antara teori dan
teknik.
2.
Teori Pskilologi
individu
a)
Konsep dasar
Psikologi
individu sering disebut terapi adlerian karena pencipta awalnya adalah Alfred Adler,
salah satu kolega freud yang awalnya termasuk lingkaran gerakan
psikoanalisis,namun keluar karena tidak menyetujui beberapa bagian teori
tersebut. Kerja dan riset Adler mempengaruhi banyak psikolog dan terafis besar
yang kemudian mengikuti jejaknya seperti Albert Ellis, victor Frankl, Rudolf
Dreikurs, Rollo Maydan wiliam Glaser.
Psikologi
individu melihat pribadi secara menyeluruh dan berfokus pada keunikannya.
Pandangan adler tentang manusia menawarkan sebuah focus alternative yang
positif dan menyegarkan bagi teori psikoanalisis Freud. Diinti teorinya
terdapat sebuah keyakinan kalau manusia memiliki dorongan bawaan untuk
mengatasi kelemahan yang disadarinya, untuk kemudian mengembangkan potensinya
sendiri menuju aktualisasi diri. Apalagi jika ditaruh di dalam lingkungan
positif, pertumbuhan tersebut pasti akan terjadi.
Kalau begitu,
apakah yang menahan seseorang untuk bergerak secara cepat dan mudah menuju
realisasi diri? Menurut Adler, jawabnya ialah perasaan inferior. Seseorang
biasanya mengalami perasaan tersebut lewat tiga sumber yaitu: (a)
ketergantungan biologis dan ketergantungan umumnya layaknya bayi;(b) gambar
diri yang dianggap kecil ketika dibandingkan dengan sesuatu yang agung, mulia
atau besar; dan (c) inferioritas organ tubuh ( bahasa awamnya lemah, minder,
dan cacat). Namun, dorongan dalam diri sendiri umumnya memampukan subjek,
mengkompensasikan perasaan-perasan ini untuk berjuang meraih superioritas dan kesempurnaan.
Teori adlerian
kadang disebut perspektif sosioteologis ketika membahas perjuangan konstan
individu menjcapai tujuan mereka. Adler juga menekankan pentingnya pengembangan
minat sosial klien untuk kemudian mendidik lembali mereka agar mampu hidup di
tengah-tengah masyarakat sebagai pribadi yang sanggup memberikan sesuatu bagi
masyarakat, jadi bukan Cuma menerima dan menuntut.
Ketika
seseorang datang untuk menjalani terapi, diasumsikan ia tengah mengalami
ketidakkongruenan dan ketidaknyamanan di dalam : (a) kerja, (b) persahabatan,
atau (c) cinta. Proses konseling kemudian dilihat sebagai cara terapis dank
lien bekerja sama untuk membantu klien mengembangkan kesadaran, sikap dan
perilaku yang lebih sehat sehingga sanggup berfungsi lebih penuh di masyarakat.
Pengembangan minat social dianggap variable paling mencolok dari kesehatan
mental seseorang.
b.) Proses Konseling
Proses
konseling Adlerian melibatkan empat tahap:
1.
Membangun
relasi
Di
sesi pertama konselor menetapkan sebuah relasi dengan klien lewat interview
subjektif/objektif yang di dalamnya klien dibantu merasa nyaman, diterima,
dihargai dan diperhatikan. Melalui komponen objektif interview, klien
diharapkan mengerti apa yang dibutuhkan secara spesifik dari proses konseling.
Klien di minta mendiskusikan bagaimana hal-hal tertentu berlangsung di setiap
wilayah tugas hidupnya.
2.
Mendiagnostik
Tahap
diagnostic meliputi interview gaya hidup, prosedur asesmen formal yang melihat
hal-hal seperti konstelasi keluarga, persepsi orang tua, rekoleksi tentang
periode awal hidupnya, dan mimpi yang terus berulang.
3.
Fase interpretasi
Yaitu
waktu ketika konselor dank lien mengembangkan pemahaman dari interview gaya
hidupnya tentang kekeliruan dasar klien dengan menganalisis dan mendiskusikan
keyakinan, tujuan dan gerakan yang dikembangkan klien pada awal kehidupan, dan
menjamin pola dan sikap pikiran, emosi dan perilaku.
4.
Tahap
pengorientasikan mungkin yang paling kritis karena ditahap inilah terapis
membantu konseli bergerak dari pemahaman intelektual menuju perkembangan actual
dan ekspresi sikap dan perilaku yang . lebih sehat. Di titik ini, dukungan
konselor, penguatan dan pengarahan di upayakan secara aktif untuk membuat
sejumlah perubahan bagi cara-cara yang tidak sehat dalam berfikir, mearasa dan
berperilaku menjadi cara-cara yang lebih memuaskan dan sehat bagi dirinya dan
masyarakat.[14]
Adler adalah
tokoh utama perintis terapi keluarga yang berkontribusi besar di bidang
konseling dasar. Dewasa ini, konsep konseling Adlerian digunakan juga untuk
kasus-kasus anak yang orang tuanya bercerai dan/ atau menikah kembali.
3.
Teori Person -
Centered
a.
Konsep teori Person Centerd
Menurut Rogers, konstruk inti
konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi
diri atau perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep diri atau struktur diri dapat
dipandang sebagai konfigurasi konsepsi yang terorganisasikan tentang diri yang
membawa kesadaran.
Teori kepribadian Rogers yang
disebut sebagai “the self theory” yaitu:
1.
Tiap individu berada di dalam
dunia pengalaman yang terus menerus berubah, dan dirinya menjadi pusat.
2.
Individu mereaksi terhadap
lingkungannya sesuai dengan apa yang dialami dan ditanggapinya.
3.
Individu memiliki satu
kecendrungan atau dorongan utama yang selalu diperjuangkannya, yaitu
mengaktualisasikan, mempertahankan, dan memperluas pengalamannya.
4.
Individu mereaksi terhadap gejala
kehidupan dengan cara keseluruhan yang teratur.
5.
Tingkah laku atau tindakan itu
pada dasarnya adalah suatu usaha mahluk hidup yang bertujuan untuk memuaskan
kebutuhan yang dialami dan dirasakan.
6.
Emosi yang menyertai tindakan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sesungguhnya merupakan suatu yang
memperkuat usaha individu mencari sesuatu ataupun memuaskan kebutuhannya untuk
memelihara dan mengembangkan dirinya.
7.
Cara yang terbaik untuk memahami
tingkah laku seseorang ialah dengan jalan memandang dari segi pandangan
individu-individu itu sendiri.
b.
Tujuan konseling
Terapi terpusat pada klien yang
dikembangkan oleh cars R. Rogers pada 1942 bertujuan untuk membina kepribadian
klien secara Integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan memcahkan
masalah sendiri.
Kepribadian yang Integral adalah
struktur kepribadiannya tidak terpecah artinya sesuai antara gambaran tentang
diri yang ideal (ideal-self) dengan kenyataan diri sebenarnya (actual-self).
Kepribadian yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri
atas dasar tanggungjawab dan kemampuan. Tidak tergantung pada orang lain.
Sebelum menentukan pilihan tentu individu harus memahami dirinya (kekuatan dan
kelemahan diri), dan kemudian keadaan diri tersebut harus ia terima.
Untuk mencapai tujuan itu
diperlukan beberapa syarat yakni:1) kemampuan dan keterampilan teknik
konselor;(2) kesiapan klien untuk untuk menerima bimbingan;(3) taraf
intelegensi klien memadai.[15]
c.
Proses Konseling
Pendekatan yang berpusat pada
klien menggunakan sedikit tekhnik, akan tetapi menekankan sikap konselor.
Tehknik dasar adalah mencakup, mendengar, dan menyimak secara aktif, refleksi, klariflkasi,
“being here” bagi klien. Konseling berpusat pada klien tidak menggunakan tes
diagnostik, interpretasi, studi kasus, dan kuesioner untuk memperoleh
informasi. Tekhnik-tekhnik itu dilaksanakan dengan jalan wawancara, terapi
permainan, dan terapi kelompok, baik langsung atau tidak langsung. Keberhasilan
terapi tergantung kepada faktor-faktor tingkat gangguan psikis, struktur
biologis klien, lingkungan hidup klien, dan ikatan emosional.
D.
Kritik dan Kontribusi
Beberapa
kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
1.
Terlalu menekankan pada aspek
afektif, emosional, perasan sebagai penutup perilaku, tetapi melupakan faktor
intelektif, kognitif, dan rasional.
2.
Penggunaan informasi untuk
membantu klien, tidak sesuai dengan teori.
3.
Tujuan untuk setiap klien, yaitu
untuk memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum, dan longgar sehingga sulit
untuk menilai setiap individu.
4.
Tujuan ditetapkan oleh klien,
tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi letak konselor
dan klien.
5.
Meskipun terbukti bahwa konseling
“ client-centered” diakui afektif, tapi bukti-bukti tidak cukup sistematik
tidak lengkap. Terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung
jawabnya.
6.
Sulit bagi konselor untuk
benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
Beberapa
kontribusi yang diberikan antara lain dalam:
1.
Pemusatan pada klien dan bukan
konselor dalam konseling.
2.
Indentifikasi dan penekanan
hubungan konseling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.
Lebih menekankan pada sikap konselor
daripada tehknik.
4.
Memberikan kemungkinan untuk
melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5.
Penekanan emosi, perasaan, dan
afektif dalam konseling.
4.Teori
Behavioral
Setiap dari
kita memiliki pola-pola perilaku unik, dan sebagian besar dari kita bersikap
dengan cara tertentu bahkan kenapa orang lain berperilaku tertentu. Meskipun
kita memiliki hanya bukti anekdot dan bukannya buku ilmiah, namun kita dapat
mengembangkan, seperti dilakukan banyak orang pada umumnya, teori kepribadian
kita sendiri mengenai perilaku.
Riset dan
publikasi penting pendekatan klasik dari teori ini dilakukan oleh watson, Thordike dan teoritis awal lainnya,
namun pada B.F. Skinner pendekatan behavioral dikembangkan. Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata
lain,belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respons.
Menurut teori ini yang terpenting
adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang
berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati.
Tujuan
Konseling
Tujuan konseling behavioral
adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri,
dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Terapi ini berbeda
dengan terapi lain, dan pendekatan ini ditandai:
(1) Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik
(2) Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatmen (perlakuan)
(3) Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus
(4) Penilaian objektif mengenai hasil konseling
Proses Konseling
(1)
Konselor harus
memahami dan menerima klien
(2)
Keduanya harus
bekerja sama, klien harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia
harus memiliki motivasi untuk berubah.
(3)
Konselor
memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan klien
Faktor lain yang juga dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement)
penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat.
Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan
tetap dikuatkan.
Teknik-teknik
konseling
Di dalam
kegiatan konseling behavioral, tidak ada teknik konseling yang selalu harus
digunakan, akan tetapi teknik yang dirasa kurang baik di eliminasi dan diganti
dengn teknik yang baru. Berikut ini beberapa teknik konseling behavioral.
(1)
desensitas sistematik
teknik
ini dikembangkan oleh wolpe yang mengatakan bahwa perilaku neurotic adalah
ekspresi dari kecemasan. Dan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan
menemukan repons antagonik
(2)
assertive
training
merupakan
teknik dalam konseling yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami
kesuliatan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Sebagai contoh
ingin marah, tetapi tetap berepon manis.
Dalam
assertive training konselor berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam
mengatasi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini dengan role
playing (bermain peran). Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak,
dank lien sebagai bawahannya, keudian dibalik, dan konselor yang menjadi
bawahan yang mampu dan berani mengatakan sesuatu kebenaran.
(3)
aversion
therapy
teknik
ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negative dan memperkuat perilaku
positif. Secara sederhana anak yang suka marah dihukum dengan membiarkannya.
(4)
home work
yaitu
latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi
tertentu.
5.Konseling
Gestalt
a.Biografi
Frederich Soloman Perls ( 1893-1970 )
Frederich Soloman Perls
dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1893 di kampung (ghetto) orang Yahudi di Berlin,
sebagai anak ketiga dari keluarga Nathan Perls, Ibunya bernama Amelia Rund.
Perls meninggal di Amerika pada tanggal 14 Maret 1970. Setelah menyelesaikan
studinya sebagai doktor pada tahun 1926 di Berlin, Perls pindah ke Frankfurt
dan pada mulanya menjadi asisten dari Kurt Goldstein di Institute For Brain
Damage Soldiers. Di Frankfurt Ia bertemu dengan Laura Pasner, seorang DSc
Psikologi lulusan Universitas Frankfurt pada tahun 1932, yang kemudian menjadi
istrinya. Setelah mengalami kehidupan keras di Eropa dan menghindar dari kancah
pergolakan politik pada sekitar tahun 30-an, Ia kemudian pindah ke Amerika
Selatan, tinggal di Johanesburg dan bertindak sebagai Psikoanalisis, bahkan
kemudian Ia mendirikan South African Institute For Psychoanalysis. Ia tinggal
selama 12 tahun di Johanesburg dan pada tahun 1946, Ia berimigrasi ke Amerika,
tinggal di New York. Di situlah kemudian lahir Terapi Gestalt, baik melalui
buku yang di tulis bersama rekan-rekannya maupun melalui pembentukan New York
Institute For Gestalt Therapy pada tahun 1951 suatu institute yang kemudian
berkembang dimana-mana.
b. Konsep-konsep Utama Terapi
Gestalt
1. Pandangan Tentang Sifat
Manusia
Pandangan Gestalt tentang manusia
berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia menekankan
konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi,
kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Terapi di
arahkan bukan pada analisis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah
demi selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk menunjang
pertumbuhan pribadinya sendiri.
Perls memandang manusia dalam
keterlibatannya untuk mencapai keseimbangan, bilamana kehidupannya terganggu
oleh kebutuhan dunia, gangguan ini akan menimbulkan ketegangan dan diperlukan
keseimbangan untuk mengurangi dan menghilangkan ketegangan tersebut. Dalam
keadaan sehat seseorang akan mampu menerima dan bereaksi terhadap keadaan
dunia. Tetapi kalau keadaannya menjadi tidak seimbang, maka akan timbul ketakutan
dan menghindar untuk mengetahui / menyadari. Jadi aktivitas yang menandai
ciri-ciri seimbang dan sehat tidak ada maka perlu penyadaran ulang agar
keseimbangan tercapai. Untuk itu diperlukan teknik agar seseorang membukakan
diri secara langsung terhadap pengalaman yang berkaitan dengan pikiran,
perasaan dan tindakan sekarang ini.
Pandangan teori dan terapi
Gestalt terhadap manusia, sama halnya dengan pandangan
eksistensialistik-humanistik, ialah positif bahwa manusia memiliki kemampuan
untuk menjadi sesuatu dan manusia adalah makhluk yang mampu mengurus diri
sendiri. Manusia dilihat sebagai keseluruhan.
Di dalam rangka terapi Gestalt,
pandangan terhadap manusia, menurut Passans (1975) adalah sebagai berikut :
a. Manusia
adalah keseluruhan dari komposisi bagian-bagian yang saling berhubungan.
b. Manusia
adalah bagian dari lingkungannya sendiri.
c. Manusia
memilih bagaimana ia memberi respons terhadap rangsangan, dalam hal ini manusia
adalah aktor.
d. Manusia
memiliki kemampuan untuk menyadari sepenuhnya terhadap semua penginderaan,
pikiran, emosi, dan pengamatan.
e. Manusia
mampu melakukan pilihan karena adanya kemampuan menyadari ini.
f. Manusia
tidak bisa mengalami dirinya sendiri, terhadap hal yang sudah lampau atau hal
yang akan datang, ia hanya dapat mengalami dirinya sendiri sekarang.Manusia
menjadi baik / buruk bukan dari dasarnya.
2. Saat Sekarang
Bagi Perls, tidak ada yang ada
kecuali sekarang, karena masa lampau telah pergi dan masa depan belum datang,
maka saat sekaranglah yang penting. Salah satu sumbangan utama dari terapi
Gestalt adalah penekanannya pada disini dan sekarang ( Here and Now). Dalam
pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai kesenjangan antara saat sekarang
dan kemudian (Now and Then). Kecemasan timbul karena individu menyimpang dari
saat sekarang (now) dan disibukkan oleh pemikiran-pemikiran tentang masa
datang. Kesibukan ini menimbulkan gambaran tingkat ketakutan atas berbagai hal
buruk yang akan terjadi. Kesadaran bahwa kecemasan hanya merupakan suatu
ketidak senangan dan bukan suatu kencana, merupakan awal dari penyadaran akan
dirinya. Penyadaran adalah suatu bentuk pengalaman, penyadaran yang berlangsung
terus-menerus dan tidak terputus akan mencapai pemahaman.
Ada beberapa ciri-ciri
penyadaran, yakni :
a.
Penyadaran akan efektif jika
didasarkan pada dan didorong untuk kebutuhan sekarang yang dominan pada
seseorang.
b.
Penyadaran tidak lengkap tanpa
mengetahui langsung keadaan sebenarnya
c.
Penyadaran selalu berada disini
dan sekarang serta selalu berubah. Kejadian yang telah lewat sekarang muncul
sebagai ingatan, yang akan datang tidak ada kecuali sekarang sebagai khayalan /
harapan. Jadi penyadaran di artikan sebagai pemahaman terhadap apa yang
dilakukan sekarang, pada situasi yang ada sekarang.
3.Urusan
Yang Tidak Selesai
Dalam pendekatan Gestalt terhadap konsep tentang urusan yang tak
selesai, yakni mencakup perasaan yang tidak terungkap seperti dendam,
kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa di
abaikan. Meskipun tidak bisa di ungkapkan, perasaa-perasaan itu di asosiasikan
dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan
di dalam kesadaran perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan
dibawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang
efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan
sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkap itu.
4.Asumsi
Tingkah Laku Bermasalah
Individu bermasalah karena terjadi pertentangan top dog dan
keberadaan under dog. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut,
mengancam. Under dog adalah keadaan membela diri, tidak berdaya, lemah, ingin
dimaklumi. Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara
apa-apa yang harus dan apa-apa yang diinginkan.
Ciri-ciri tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :
a.
Terjadi pertentangan antara
keberadaan sosial dan biologis.
b.
Ketidak mampuan individu
mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya.
c.
Melarikan diri dari kenyataan.
d.
Menolak hubungan dengan
lingkungan.
e.
Memelihara unfished bussiness.
5.Tujuan
Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani
menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi.
Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari
ketergantungan terhadap lingkungan / orang lain menjadi percaya diri, dapat
berbuat lebih banyak untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya
secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagian dari potensinya yang
dimiliki, melalui konselor, membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan
sebagian ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai
berikut:
a.
Membantu klien agar dapat
memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta
mendapatkan insight secara penuh.
b.
Membantu klien menuju pencapaian
integritas kepribadiannya.
c.
Mengentaskan klien dari kondisinya
yang tergantung pada pertimbangan orang lain dan mengatur diri sendiri.
d.
Meningkatkan kesadaran individual
agar klien dapat bertingkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi
bermasalah (unfished bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi
dengan baik.
e.
Deskripsi Fase-Fase Konseling
1.
Fase Pertama
Konselor mengembangkan pertemuan
konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang
diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien
berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta
memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
2.
Fase Kedua
Konselor berusaha menyakinkan dan mengkondisikan klien untuk
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua
hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
a.
Membangkitkan motivasi klien,
dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari ketidak senangannya /
ketidak puasannya. Makin tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya
semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga semakin
tinggi pula keinginannyauntuk bekerja sama dengan konselor.
b.
Membangkitkan dan mengembangkan
otonomi klien dan menekankan kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran
konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
3.
Fase Ketiga
Konselor mendorong klien untuk
mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk
mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi
disini dan saat ini.
4.
Fase Keempat
Setelah klien memperoleh
pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya,
konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien
menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya
sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki kepercayaan pada
potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung
jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan
tingkah lakunya.
Dalam
situasi ini klien sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk melepaskan diri
dari konselor, dan siap untuk mengembangkan potensi dirinya.
f.
Teknik Konseling
Hubungan
personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan
dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang
dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang
penting untuk membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.
6.Teori Perilaku Emotif Rasional
Banyak pendekatan terapis dan konseling dilekatkan kepada seorang
tokoh psikologi karena memang dia penggagasnya, seperti contoh terapi
clint-centered dilekatkan kepada nama Carsl R. Roger. Hal yang sama terjadi
pada terapi perilaku emotif rasional rasional / REBT ( rational emotive
behavior therapy) yang melekat kuat kepada nama Albert Ellis,
penggagasnya pada tahun 1962.
RET menolak
pandangan aliran pkisoanalisis berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman
individu menyebabkan terjadinya gangguan emosional. Menurut Ellis bukanlah
pengalaman atau peristiwa eksternal
menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang
diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu.
Konsep dasar RET
yang dikembangkan oleh Alberts Ellis adalah sebagai berikut:
(1) Pemikiran manusia adalah penyebab dasar gangguan emosional. Reaksi
emosional yang sehat maupun tidak, bersumber dari pemikiran itu.
(2) Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irasional dan
inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan emosional.
(3) Pemikiran irrasional bersumber pada disposisi biologis lewat
pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.
(4) Pemikiran dan emosi tak dapat dipisahkan
(5) Berpikir logis dan tidak logis dilakukan dengan symbol-simbol
bahasa.
(6) Pada diri manusia sering terjadi self-Verbalization. Yaitu
mengatakan sesuatu terus menerus kepada dirinya.
(7) Pemikiran tak logis –irrasional dapat dikembalikan kepada pemikiran
logis dan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan
merendahkan diri melalui emosionalnya. Ide-ide irrasional bahkan dapat
menimbulkan neurosis dan psikosis. Sebuah contoh ide irrasional adalah”
Seorang yang hidup hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara
kompeten dan adekuat, agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna
bagi masyarakat”. Pemikiran lain adalah: “Sifat jahat, kejam, dan kejam,
dan lain-lain harus dipersalahkan dan dihukum”.
b.Tujuan Terapi
RET bertujuan
untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta
pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat
mengembangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri yang optimal.
Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri seperti : benci,
takut, rasa bersalah, cemas, was-was, marah ,sebagai akibat berpikir irrasional,
dan melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara
rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai dan kemampian diri.
c.
Proses Terapi (
Konseling)
(a)
Konselor
berusaha menunjukkan klien kesulitan yang dihadapi sangat berhubungan dengan
keyakinan irrasional, dan menunjukkan bagaimana klien harus bersikap rasional
dan mampu memisahkan keyakinan irrasional dengan rasional.
(b)
Setelah klien
menyadari gangguan emosi yang bersumber dari pemikiran irrasional, maka
konselor menunjukkan pemikiran klien yang irrasional, serta klien berusaha
mengubah kepada keyakinan menjadi rasional.
(c)
Konselor
berusaha agar klien menghindarkan diri dari ide-ide irrasionalnya, dan konselor
berusaha menghubungkan antara ide tersebut dengan proses penyalahan dan
perusakan diri.
(d)
Proses terakhir
konseling adalah konselor berusaha menantang klien untuk mengembangkan
filosofis kehidupannya yang rasional, dan menolak kehidupan yang irrasional dan
fiktif.
d.
Teknik-teknik
Konseling
Layanan konseling RET terdiri atas
layanan individual dan kelompok. Sedangkan teknik-teknik yang digunakan lebih
banyak dari aliran behavioral therapy
Berikut ini teknik konseling RET
dapat diikuti, antara lain adalah teknik yang berusaha menghilangkan gangguan
emosional yang merusak diri (berdasakan emotive experiential) yang terdiri
atas:
(1)
Assertive
training yaitu melatih dan membiasakan klien terus menerus menyesuaikankan diri
dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
(2)
Sosiodrama ,
yaitu semacam sandiwara pendek tentang masalah kehidupan social.
(3)
Self modeling
yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku tertentu, dimana konselor
menjadi model, dan klien berjanji akan mengikuti akan mengikuti.
(4)
Social modeling
yaitu membentuk perilakubaru melalui model social dengan cara imitasi , observasi
(5)
Teknik
reinforcement yaitu member rewad terhadap perilaku rasional atau memperkuatnya
(reinforce)
(6)
Desentisasi
sistemik
(7)
Rexalation
(8)
Self control
yaitu dengan mengontrol diri
(9)
Diskusi
(10)
Simulasi,
dengan bermain peran antara konselor dengan klien.
(11)
Homework
Assigment ( metode Tugas)
(12)
Bibliografi (
memberi bagan bacaan)
6. Pendekatan Eklektik
Eklektisme
(eclectism) adalah pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode,
teori, atau doktrin,yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana menerapkannya
dalam situasi yang tepat. Eklektiksme berusaha untuk mempelajari teori-teori
yang ada dan menerapkannya dalam situasi yang dipandang tepat.
Pendekatan konseling eklektik berarti konseling
yang di dasarkan pada berbagai konsep dan tidak berorientasi pada satu teori
secara eksklusif. Eklektisme berpandangan bahwa sebuah teori memiliki
keterbatasan konsep,prosedur, teknik. Karena itu eklektisme “dengan sengaja”
mempelajari berbagai teori dan menerapkan sesuai keadaan rill klien. Konseling
eklektik dapat pula disebut konseling integratif.
Konseling eklektik dapat pula disebut dengan
pendekatan konseling integratif. Perkembangan pendekatan ini dimulai sejak
tahun 1940-an, yaitu ketika F.C.Thorne menyumbangkan pemikirannya dengan
mengumpulkan & mengevaluasi semua metode konseling yang ada. Brammer &
Shostrom (1982) sejak 1960 mengembangkan model konseling yang dinamakan
“actualization counseling” & telah membawa konseling ke dalam kerangka
kerja yang luas, yang tidak terbatas pada satu pendekatan tapi mengupayakan
pendekatan yang integratif dari berbagai pendekatan, dan pada akhir 1960-an
hingga 1977, R.Carkhuff juga telah mengembangkan konseling eklektik, dengan
melakukan testing & riset secara komperhensif, sistematik, &
integratif. ahli lain yang turut membantu perkembangan konseling eklektik di
antaranya G.Egan (1975) dengan istilah Systemic helping, prochaska (1984)
dengan nama Integrative eclectic.
Menurut pandangan Shertzer & Stone dalam buku Fundamentals of Counseling, konseling eklektik sebagaimana dikonsepsikan oleh Trone, mengandung:
Menurut pandangan Shertzer & Stone dalam buku Fundamentals of Counseling, konseling eklektik sebagaimana dikonsepsikan oleh Trone, mengandung:
• Unsur Positif diantaranya usaha menciptakan
suatu sistematika dalam memberikan layanan konseling bagi klien untuk
memberikan pelayanan unggul.
• Unsur Negatif diantaranya menjadi mahir dalam penerapan satu pendekatan konseling tertentu cukup sulit bagi seorang konselor artinya ketidakkonsistennya terjadi.
• Unsur Negatif diantaranya menjadi mahir dalam penerapan satu pendekatan konseling tertentu cukup sulit bagi seorang konselor artinya ketidakkonsistennya terjadi.
Teori kepribadian eklektik pada dasarnya
menggabungkan elemen-elemen yang valid dari keseluruhan teori ke dalam satu
kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia. Thorne (1961)
mengemukakan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama adalah data
yang diperoleh dari studi secara individu terhadap klien yang meliputi
keseleruhan kehidupan sehari-hari yang harus mengalami perubahan, eklektik memandang
kepribadian mencakup konsep yang terintegritas, bersifat psikologis, perubahan
dinamis, aspek perkembangan organisme & factor social budaya. Integritas
dimaksudkan bahwa organisme berada dalam perkembangan yang terjadi secara
terus-menerus dan organisme itu sendiri secara konstan mengembangkan,mengubah,
dan mengalami integrasi pada tingkat berbeda. Integrasi tertinggi pada semua
individu adalah aktualisasi diri atau integritas yang memuaskan (satisfactory
integrity) dari keseluruhan kebutuhan hidup manusia.
Eklektik mengutamakan aspek psikologis daripada sifat kepribadian sebagai focus sentral lain dari kepribadian. Thorne memandang tingkah laku atau kepribadian berada dalam perubahan terus-menerus selalu berkembang dan berubah dalam dunia yang berubah pula (Gillialand dkk.1984)
Tujuan Konseling
Eklektik mengutamakan aspek psikologis daripada sifat kepribadian sebagai focus sentral lain dari kepribadian. Thorne memandang tingkah laku atau kepribadian berada dalam perubahan terus-menerus selalu berkembang dan berubah dalam dunia yang berubah pula (Gillialand dkk.1984)
Tujuan Konseling
Tujuan
konseling menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integrasinya
pada level tertinggi,yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas
yang memuaskan.
Strategi
Konseling
1.)Hubungan konselor dan klien :
Untuk mencapai hasil, konseling eklektik memandang pentingnya hubungan positif antara konselor dengan klien yang tergantung pada:
Untuk mencapai hasil, konseling eklektik memandang pentingnya hubungan positif antara konselor dengan klien yang tergantung pada:
I.klimkonseling
2.Ketrampilankonseling
3.Komunikasiverbaldannonverbal
4. Kemampuan mendengarkan
2.Ketrampilankonseling
3.Komunikasiverbaldannonverbal
4. Kemampuan mendengarkan
2) Interview
Eklektik
memandang interviu sebagai strategi untuk membangun atau menciptakan struktur
hubungan. Awal interviu merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan hubungan
kepercayaan. Dengan interviu akan dapat mengidentifikasikan dan menjelaskan peran
dan tanggung jawab konselor dan klien, mengidentifikasikan alas an klien datang
ke konselor, membangun kepercayaan dan hubungan.
3)Assesmen
Assesmen berguna untuk mengidentifikasikan
alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan
tindakan dan membantu klien meningkatkan potesinya.
4)perubahanide
Eklektik memandang bahwa alternative pemecahan dilaksanakan dengan sangat fleksibel,maka pemecahan masalah diganti dengan cara lain yang lebih efektif. Konselor membutuhkan fleksibelitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
Eklektik memandang bahwa alternative pemecahan dilaksanakan dengan sangat fleksibel,maka pemecahan masalah diganti dengan cara lain yang lebih efektif. Konselor membutuhkan fleksibelitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
Tahapan konseling
1.
Tahap
eksplorasi masalah
Konselor menciptakan hubungan klien, membangun saling
kepercayaan, menggali pengalaman klien pada perilaku lebih dalam,mendengarkan
apa yang menjadi perhatian klien atau menggali pengalaman-pengalaman klien dan
merespon isi dari dibicarakan klien
2.
Tahap
Perumusahan Masalah
Masalah klien baik efeksi,kognisi maupun tingkah laku di
perhatikan oleh konselor setelah itu keduanya merumuskan dan membuat
kesepakatan masalah apa yang sedang di hadapi
3.
Tahap
Identifikasi Alternatif
Konselor dengan klien mengidentifikasi
alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah yabg telah disepakati.
Konselor dapat membantu klien menyusun alternatif-alternatif dan klien memiliki
kebebasan memilih alternative yang ada.
4.
Tahap
Perencanaan
Setelah klien menetapkan pilihan dari sejumlah alternative,
selajutnya menyusun rencana tindakan. Rencana yang baik jika realistic,
bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat dipahami klien (Rencana
bersifat tentatif sekaligus pragmatif.
5.
Tahap
Tindakan atau Komitmen
Tindakan berati operasionalisai rencana yang disusun. Usaha
klien untuk melaksanakan rencana sangat penting bagi keberhasilan konseling
6.
Tahap
Penilaian Umpan balik
Konselor
dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilannya.
Jika terdapat kegagalan perlu di cari penyebabnya,dan mungkin diperlukan
rencana-rencana baru yang lebih sesuai dengan keadaan klien dan
perubahan-perubahan yang di hadapi klien. [16]
Peran konselor
Dalam
konseling eklektik peran konselor tidak terdefinisi secara khusus. Jika dalam
proses konseling itu menggunakan pendekatan psikoanalisis, maka peran konselor
adalah sebagai psikoanalisis,sementara jika pendekatan yang digunakan berpusat
pada person maka perannya sebagai patner klien dalam membuka diri terhadap
penggalamannya. Beberapa ahli eklektik memberikan penekanan bahwa konselor
perlu memberi perhatian pad kliennya,menciptakan iklim kondusif bagi perubahan
yang diinginkan klien.
C.
MANFAAT
MEMPELAJARI TEORI-TEORI KONSELING
Manfaat
mempelajari teori-teori konseling terutama pada profesi bimbingan konseling
diantaranya yaitu:
1.
Mempermudah
untuk mengenali karakter (kepribadian) seseorang/klien ketika proses layanan
bimbingan dan konseling dilakukan. Mengenali kepribadian klien sangat penting
dalam dunia konselingdikerenakan pemahaman mengenai kepribadian menjadi pokok
utama untuk memberikan layanan.
2.
Dengan
mempelajari dan memperdalam ilmu tentang kepribadian terutama terutama teori
penunjang, maka teori-teori tersebut mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari mengenai gejala gejala yang ada pada diri seseorang, beserta
pendekatan yang digunakan juga dapat mendapatkan solusi atau jalan keluar dari
permasalahan yang ada.
3.
Mempermudah
untuk melakukan uji atau mengukur kepribadian seseorang dengan menggunakan
teknik pengukuran kepribadian, sehingga analisis tentang kepribadian bukan
hanya melalui visual saja akan tetapi dapat dibuktikan secara ilmiah dan
teoritis.
4.
Memudahkan
dalam menganalisis kepribadian melalui pendekatan teori-teori kepribadian. [17]
Salah satu bentuk penerapan dan
manfaat dalam mempelajari teori-teori kepribadian dalam kehidupan bimbingan dan
konseling adalah dengan pengukuran kepribadian. Teknik-teknik pengukuran
kepribadian seperti observasi dan wawancara terhadap klien kebanyakan
diterapkan dalam dunia psikologi , termasuk pula dalam bimbingan dan
konseling. Semoga bermanfaat.
KESIMPULAN
Ada banyak teori bimbingan
konseling, pemakaian satu teori secara mutlak tidak lah satu keharusan
tergantung kepada permasalahan yang di hadapi oleh klien. Masalah yang sama
juga bias dipecahkan menggunakan teori pendekatan yang berbeda sesuai dengan
kondisi di lapangan yang bias saja dipengaruhi soial budaya dari pada klien. Contoh
pada sekolah klien nya tentulah peserta didik. Sama – sama memiliki gangguan
belajar maka tetapi karena factor penyebabnya beragam maka penanganan dari
konselingnya juga harus berbeda.
Teori teori yang terkenal di dunia
antara lain, teori Pskikoanalisis, teori pskikologi individu, teori behavior,
teori Client centered, teori Gestalt dan lain sebagainya. Teori dapat dipadu
padankan oleh seorang konselor. Hal itu disebut CSA yaitu
Creative-Syntesis-Analytic. CSA mirip
dengan Rational Approach yang mempunyai cirri-ciri:
(1)
Bersifat logic
dan Intelektual dalam proses konseling serta solusi terhadap masalah.
(2)
Pendekatan
tersebut sederhana dalam hakekatnya
(3)
Menggunakan
teknik konseling yang bervariasi
(4)
Lain masalah
lain pula teknik, sesuai dengan pilihan konselor berdasarkan relevansinya
dengan kasus.
Demikian
paparan makalah ini dibuat semoga bermanfaat. Segala kritik dan saran sangatlah
diharapkan karena makalah ini jauh dari kesempurnaan.
[1] http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196002011987031-SUNARDI/karya_tls-materi_ajar/TEORI_KONSELING
di akses tgl 11 April 2016 pukul .23 wib
[2] M. Bahri Mustofa. 2011. Bimbingan
dan Konseling di Sekolah. Surabaya:C.V. Media Nusantara, hal : 57.
[3]
Sofyan S.Willis, Konseling Individual teori dan Praktek, Bandung:Alfabeta,
2007. Hlm 55
[4]
Rober L. Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan konseling, terj.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar
[5] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal:28
[6] Mohamad Surya, Teori-teori konseling …………………………,2003),
hal:28
[7] Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang
Press,2008 ), hal:66-69
[8] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal:33-34
[9] M. Bahri Musthofa, Bimbingan dan Konseling di Sekolah(Surabaya;PMN,2011),
hal:75 – 76
[10] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal:36
[11] Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang
Press,2008 ), hal:70
[12] Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang
Press,2008 ), hal:70 – 71
[13] http://sandri09a.blogspot.com/2016/03/terapi-psikoanalisis-psikoterapi.html/diakses pada tanggal 11 maret 2016/17:20
[14]
Robert l Gibson, bimbingan konseling, Yogyakarta: pustaka pelajajar, terj.edisi
ketujuh hlm. 212
[15]
Sofyan s.willis, Konseling individual teori dan Praktek, Bandung:2007,
hlm.64
[16] http://bimbingankonsling.blogspot.co.id/2009/12/teori-konseling-eklektik.html
[17] https://jusmansantung13.wordpress.com/2014/12/19/manfaat-kempelajari-teori-teori-mepribadian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar